Hak Seorang Ibu Terhadap Anak Laki-Lakinya yang Sudah Menikah,
May 01, 2019
Edit
Hak Seorang Ibu Terhadap Anak Laki-Lakinya yang Sudah Menikah, Sahabat Dakwah Yang dimuliakan Oleh Allah Swt, Rasulullah menganjurkan umatnya buat menikah dan membentuk keluarga yang sakinah. Sebelum menikah, anak laki-laki dan perempuan punya kewajiban yang sangat akbar kepada orang tuanya, khususnya kepada ibunya.
Jika anak wanita telah menikah, dia akan menjadi hak suaminya. Orang tua nir memiliki hak lagi atas anak wanita itu. Tapi lain halnya buat anak pria. Kewajiban mereka berbakti kepada ibunya tidak akan hilang meskipun beliau telah mempunyai istri.
Apa yang menyebabkan terdapat disparitas hak ibu terjadap anak laki-laki yg sudah menikah? Lalu bagaimana anak pria seharusnya memperlakukan ibunya selesainya menikah, pada samping kewajibannya terhadap istri dan anak-anaknya? Simak penjelasannya.
Dengan istimewa, Islam menekankan hak bunda pada anak laki-laki kandungnya. Hal ini tidak berlaku bagi anak perempuan lantaran anak perempuan telah tanggal waktu diperistri oleh orang lain. Sedangkan anak pria tidak mampu lepas meskipun beliau sudah beristri.
Dengan demikian, pengabdian anak pria pada bunda kandungnya tidak putus. Namun darma anak perempuan putus & beralih pada suaminya. Karena itu, anak laki-laki lebih terikat kepada ibunya. Sementara anak perempuan terlepas ikatan pengabdiannya pada ibunya sendiri.
Suami wajib membelanjai istri & anaknya serta harus terus memperhatikan nasib ibu kandungnya. Anak pria yang dewasa, kemudian menikah, ibunya lebih berkuasa terhadap dirinya menurut dalam istrinya. Karena bunda lebih berhak kapada anak pria kandungnya, maka anak tadi wajib berusaha menjaga perasaan ibunya.
Lantas, bagaimana Jika kebutuhan istri & kebutuhan ibu bersamaan waktunya? Bila kepentingan makan dan minum istri sudah terpenuhi, lalu istri punya keperluan lain yang tidak utama, maka yang harus didahulukan merupakan kepentingan bunda.
Demikianlah hak ibu pada anak pria kandungnya. Jadi istri harus menyadari bahwa kepentingan ibu kandung suaminya merupakan kepentingan yang hampir mutlak kepada si anak. Lantaran suami masih memiliki kewajiban pada ibunya.
Jika seorang istri nir menyadari aturan Islam misalnya ini, maka interaksi suami & istri sanggup saja berjalan buruk. Oleh sebab itu, disarankan pada para istri buat memahami ilmu agama. Ketika melihat suaminya begitu taat kepada mak kandungnya, seseorang istri wajib meridhoinya.
Keistimewaan seorang mak juga tergambar dari hadist Rasulullah SAW. Dari Abu Hurairah r.A. Mengatakan, Ada seorang yang datang menghadap Rasulullah dan bertanya:
“Ya Rasulallah, siapakah orang yang lebih berhak dengan kebaikanku?” Jawab Rasulullah, “Ibumu.” Ia bertanya lagi, “Lalu siapa?” Jawabnya, “Ibumu.” Ia bertanya lagi, “Lalu siapa?” Jawabnya, “Ibumu.” Ia bertanya lagi, “Lalu siapa?” Jawabnya, “Ayahmu.” (Bukhari, Muslim, & Ibnu Majah)
Ada seorang yg datang, disebutkan namanya Muawiyah bin Haydah r.A., bertanya: “Ya Rasulallah, siapakah orang yg lebih berhak menggunakan kebaikanku?” Jawab Rasulullah saw: “Ibumu.” Dengan diulang tiga kali pertanyaan & jawaban yang sama.
Pengulangan istilah “bunda” sampai tiga kali memperlihatkan bahwa ibu lebih berhak atas anaknya menggunakan bagian yang lebih lengkap, misalnya al-minuman memabukan (kebaBilan), ihsan (pelayanan). Ibnu Al-Baththal menyampaikan bahwa mak memiliki tiga kali hak lebih poly daripada ayahnya. Lantaran istilah ‘ayah’ dalam hadits disebutkan sekali sedangkan istilah ‘bunda’ diulang hingga tiga kali.
Hal ini bisa dipahami menurut kondisi bunda waktu hamil, melahirkan, menyusui. Tiga hal ini hanya bisa dikerjakan oleh bunda, menggunakan banyak sekali penderitaannya, kemudian ayah menyertainya pada tarbiyah, pelatihan, & pengasuhan. Hal itu diisyaratkan jua dalam firman Allah SWT Surat Luqman ayat 14.
“Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada 2 orang ibu- bapaknya; ibunya sudah mengandungnya dalam keadaan lemah yg bertambah- tambah, & menyapihnya pada 2 tahun?Selambat-lambat waktu menyapih artinya selesainya anak berumur dua tahun?Bersyukurlah kepadaKu dan pada 2 orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”.
Allah menyamakan keduanya pada berwasiat, tetapi mengkhususkan mak dengan tiga hal yang sudah disebutkan pada atas. Sementara itu, Imam Ahmad dan Bukhari meriwayatkan dalam Al-Adabul Mufrad, demikian jua Ibnu Majah dan Al Hakim menshahihkannya berdasarkan Al-Miqdam bin Ma’di Kariba, bahwa Rasulullah saw. Bersabda:
“Sesunguhnya Allah swt. Telah berwasiat pada kalian tentang ibu kalian, kemudian berwasiat mengenai mak kalian, lalu berwasiat tentang mak kalian, kemudian berwasiat mengenai ayah kalian, kemudian berwasiat mengenai kerabat berdasarkan yang terdekat.”
Hal ini menaruh kesan buat memprioritaskan kerabat yang didekatkan menurut sisi kedua orang tua daripada yg didekatkan dengan satu sisi saja. Memprioritaskan kerabat yang ada interaksi mahram daripada yg tidak terdapat interaksi mahram,kemudian interaksi pernikahan.
Hal ini dikuatkan sang hadits Imam Ahmad, An-Nasa’i, Al-Hakim yg menshahihkannya, berdasarkan Aisyah r.A. Mengungkapkan: “Aku bertanya pada Nabi Muhammad saw., siapakah insan yg paling berhak atas seorang perempuan ?” Jawabnya, “Suaminya.” “Kalau atas pria?” Jawabnya, “Ibunya.”
Diriwayatkan sang Al Hakim dan Abu Daud berdasarkan Amr bin Syuaib bahwa terdapat perempuan yg bertanya:
“Ya Rasulullah, perutku pernah menjadi loka bagi anak laki-lakiku, dia pernah meminum air susuku & beliau terhibur dalam pangkuanku. Ayahnya telah menceraikanku & beliau hendak mengambil anakku.” Rasulullah SAW bersabda, “Kamu lebih berhak daripada ayahnya sebelum kamu menikah dengan lelaki lain.”
Akhirnya wanita itu mengasuh anaknya balik . Wanita inilah yg lebih spesifik dengan anaknya dan lebih berhak lantaran dialah yg sudah mengandung dan menyusui.
Mohon bagikan tulisan ini sebesar-banyaknya agar anak laki-laki permanen tahu kewajibannya walaupun telah menikah.
Hak Seorang Ibu Terhadap Anak Laki-Lakinya yang Sudah Menikah

Semoga berguna
Jika anak wanita telah menikah, dia akan menjadi hak suaminya. Orang tua nir memiliki hak lagi atas anak wanita itu. Tapi lain halnya buat anak pria. Kewajiban mereka berbakti kepada ibunya tidak akan hilang meskipun beliau telah mempunyai istri.
Apa yang menyebabkan terdapat disparitas hak ibu terjadap anak laki-laki yg sudah menikah? Lalu bagaimana anak pria seharusnya memperlakukan ibunya selesainya menikah, pada samping kewajibannya terhadap istri dan anak-anaknya? Simak penjelasannya.
Dengan istimewa, Islam menekankan hak bunda pada anak laki-laki kandungnya. Hal ini tidak berlaku bagi anak perempuan lantaran anak perempuan telah tanggal waktu diperistri oleh orang lain. Sedangkan anak pria tidak mampu lepas meskipun beliau sudah beristri.
Dengan demikian, pengabdian anak pria pada bunda kandungnya tidak putus. Namun darma anak perempuan putus & beralih pada suaminya. Karena itu, anak laki-laki lebih terikat kepada ibunya. Sementara anak perempuan terlepas ikatan pengabdiannya pada ibunya sendiri.
Suami wajib membelanjai istri & anaknya serta harus terus memperhatikan nasib ibu kandungnya. Anak pria yang dewasa, kemudian menikah, ibunya lebih berkuasa terhadap dirinya menurut dalam istrinya. Karena bunda lebih berhak kapada anak pria kandungnya, maka anak tadi wajib berusaha menjaga perasaan ibunya.
Lantas, bagaimana Jika kebutuhan istri & kebutuhan ibu bersamaan waktunya? Bila kepentingan makan dan minum istri sudah terpenuhi, lalu istri punya keperluan lain yang tidak utama, maka yang harus didahulukan merupakan kepentingan bunda.
Demikianlah hak ibu pada anak pria kandungnya. Jadi istri harus menyadari bahwa kepentingan ibu kandung suaminya merupakan kepentingan yang hampir mutlak kepada si anak. Lantaran suami masih memiliki kewajiban pada ibunya.
Jika seorang istri nir menyadari aturan Islam misalnya ini, maka interaksi suami & istri sanggup saja berjalan buruk. Oleh sebab itu, disarankan pada para istri buat memahami ilmu agama. Ketika melihat suaminya begitu taat kepada mak kandungnya, seseorang istri wajib meridhoinya.
Keistimewaan seorang mak juga tergambar dari hadist Rasulullah SAW. Dari Abu Hurairah r.A. Mengatakan, Ada seorang yang datang menghadap Rasulullah dan bertanya:
“Ya Rasulallah, siapakah orang yang lebih berhak dengan kebaikanku?” Jawab Rasulullah, “Ibumu.” Ia bertanya lagi, “Lalu siapa?” Jawabnya, “Ibumu.” Ia bertanya lagi, “Lalu siapa?” Jawabnya, “Ibumu.” Ia bertanya lagi, “Lalu siapa?” Jawabnya, “Ayahmu.” (Bukhari, Muslim, & Ibnu Majah)
Ada seorang yg datang, disebutkan namanya Muawiyah bin Haydah r.A., bertanya: “Ya Rasulallah, siapakah orang yg lebih berhak menggunakan kebaikanku?” Jawab Rasulullah saw: “Ibumu.” Dengan diulang tiga kali pertanyaan & jawaban yang sama.
Pengulangan istilah “bunda” sampai tiga kali memperlihatkan bahwa ibu lebih berhak atas anaknya menggunakan bagian yang lebih lengkap, misalnya al-minuman memabukan (kebaBilan), ihsan (pelayanan). Ibnu Al-Baththal menyampaikan bahwa mak memiliki tiga kali hak lebih poly daripada ayahnya. Lantaran istilah ‘ayah’ dalam hadits disebutkan sekali sedangkan istilah ‘bunda’ diulang hingga tiga kali.
Hal ini bisa dipahami menurut kondisi bunda waktu hamil, melahirkan, menyusui. Tiga hal ini hanya bisa dikerjakan oleh bunda, menggunakan banyak sekali penderitaannya, kemudian ayah menyertainya pada tarbiyah, pelatihan, & pengasuhan. Hal itu diisyaratkan jua dalam firman Allah SWT Surat Luqman ayat 14.
“Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada 2 orang ibu- bapaknya; ibunya sudah mengandungnya dalam keadaan lemah yg bertambah- tambah, & menyapihnya pada 2 tahun?Selambat-lambat waktu menyapih artinya selesainya anak berumur dua tahun?Bersyukurlah kepadaKu dan pada 2 orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”.
Allah menyamakan keduanya pada berwasiat, tetapi mengkhususkan mak dengan tiga hal yang sudah disebutkan pada atas. Sementara itu, Imam Ahmad dan Bukhari meriwayatkan dalam Al-Adabul Mufrad, demikian jua Ibnu Majah dan Al Hakim menshahihkannya berdasarkan Al-Miqdam bin Ma’di Kariba, bahwa Rasulullah saw. Bersabda:
“Sesunguhnya Allah swt. Telah berwasiat pada kalian tentang ibu kalian, kemudian berwasiat mengenai mak kalian, lalu berwasiat tentang mak kalian, kemudian berwasiat mengenai ayah kalian, kemudian berwasiat mengenai kerabat berdasarkan yang terdekat.”
Hal ini menaruh kesan buat memprioritaskan kerabat yang didekatkan menurut sisi kedua orang tua daripada yg didekatkan dengan satu sisi saja. Memprioritaskan kerabat yang ada interaksi mahram daripada yg tidak terdapat interaksi mahram,kemudian interaksi pernikahan.
Hal ini dikuatkan sang hadits Imam Ahmad, An-Nasa’i, Al-Hakim yg menshahihkannya, berdasarkan Aisyah r.A. Mengungkapkan: “Aku bertanya pada Nabi Muhammad saw., siapakah insan yg paling berhak atas seorang perempuan ?” Jawabnya, “Suaminya.” “Kalau atas pria?” Jawabnya, “Ibunya.”
Diriwayatkan sang Al Hakim dan Abu Daud berdasarkan Amr bin Syuaib bahwa terdapat perempuan yg bertanya:
“Ya Rasulullah, perutku pernah menjadi loka bagi anak laki-lakiku, dia pernah meminum air susuku & beliau terhibur dalam pangkuanku. Ayahnya telah menceraikanku & beliau hendak mengambil anakku.” Rasulullah SAW bersabda, “Kamu lebih berhak daripada ayahnya sebelum kamu menikah dengan lelaki lain.”
Akhirnya wanita itu mengasuh anaknya balik . Wanita inilah yg lebih spesifik dengan anaknya dan lebih berhak lantaran dialah yg sudah mengandung dan menyusui.
Mohon bagikan tulisan ini sebesar-banyaknya agar anak laki-laki permanen tahu kewajibannya walaupun telah menikah.
Hak Seorang Ibu Terhadap Anak Laki-Lakinya yang Sudah Menikah

Semoga berguna